Selasa, 03 Februari 2009

Dunia Otomotif Indonesia Harus Lebih Maju
Masyarakat otomotif Indonesia sekali lagi memperlihatkan kekuatannya dalam pameran otomotif Gaikindo Auto Expo 2005. Puluhan bahkan lebih dari seratus kendaraan beroda empat dari berbagai model dan kekuatan mesin ditampilkan. Suatu pameran yang megah, tidak kalah dengan pameran serupa di luar negeri. Inikah lambang keberhasilan industri otomotif Indonesia?Perkembangan industri otomotif tidak lepas dari kebijaksanaan pemerintah dalam strategi pengembangan industri yang dikembangkan sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Sebaliknya, kehadiran produk otomotif asing di Indonesia tak lepas dari pertimbangan regional dan global dari produsen mobil dunia. Keduanya saling berkait dan sekarang tampak bahwa produsen mobil dunia lebih mendikte arah perkembangan industri otomotif di Tanah Air.Pengaruh produsen mobil dunia itu sangat jelas. Dari jutaan kendaraan beroda empat yang merajai jalan-jalan, tidak satupun yang benar-benar buatan anak negeri. Kesemuanya merupakan hasil rakitan dengan jumlah komponen lokal yang bervariasi. Terkadang persentase komponen lokal pada satu unit mobil tertentu sangat tinggi, namun pada mobil-mobil mewah sepenuhnya tidak diurai alias seratus persen impor. Tampaknya sulit untuk mengharapkan kehadiran mobil yang sepenuhnya buatan domestik seperti yang terjadi di India. Atau seperti Korea Selatan yang berkolaborasi dengan produsen mobil asing hingga mampu mengekspor dengan merek sendiri. Lantaran hal ini berkaitan dengan sikap pemerintah sendiri serta daya juang mereka yang bergerak di bisnis otomotif.Perkembangan industri mobil di Jepang dan Jerman misalnya, berasal dari industri rumahan. Para pelopornya adalah orang-orang yang memang sejak awal menekuni industri otomotif. Ditambah dengan persaingan antarsesama produsen, mereka mampu menghasilkan produk yang diterima pasar. Mulanya adalah pasar dalam negeri, tetapi kemudian menjadi pasar global. Industri, lebih tepatnya bisnis, otomotif di Indonesia diawali oleh agen tunggal pemegang merk (ATPM). Pemilik ATPM pada umumnya bukan orang-orang yang bergerak dalam rekayasa otomotif, seperti di Jepang atau Jerman, melainkan orang-orang yang cepat melihat peluang. Dengan demikian tujuannya adalah mendirikan pabrik rakitan dan melakukan penjualan sebanyak-banyaknya sampai tercapai skala ekonomis. Oleh sebab itu susah untuk mengharapkan bakal hadir kendaraan otomotif yang benar-benar buatan Indonesia.Pemerintah sejak 1970-an sebenarnya telah memberi proteksi yang amat kuat terhadap industri otomotif, namun perlindungan itu tidak dimanfaatkan untuk merealisasikan industri mobil yang benar-benar buatan dalam negeri. Kecenderungan ini menimbulkan pertanyaan, kemana arah proteksi itu sebenarnya?Selain dari persoalan motivasi, jaring-jaring yang dipasang mitra prinsipal asing juga menghambat perkembangan industri mobil nasional. Kita tahu untuk menambah kandungan lokal saja, butuh persetujuan yang berbeli-belit dengan alasan kualitas dan sebagainya.Sikap prinsipal asing yang sangat lugas itu juga terlihat akhir-akhir ini. Mereka lebih suka mendirikan industri otomotif di Cina, ketimbang di Indonesia. Selain karena pasarnya lebih luas, juga karena ada stabilitas politik dan ekonomi. Barangkali sekarang sudah tidak relevan lagi untuk menggugat pentingnya industri mobil nasional. Selain karena sudah hampir memasuki era perdagangan bebas, cengkeraman produsen internasional juga sudah amat kuat. Setiap ketidakpuasan terhadap mereka akan dipantulkan kembali ke arah kebijaksanaan pemerintahnya yang notabene merupakan kreditor utama Indonesia. Pemerintahan asing sangat berkepentingan menjaga kelangsungan industri otomotif karena industri ini tergolong strategis. Ia memberi devisa yang besar serta menampung jutaan tenaga kerja. Belum lagi keterlibatan industri pendukung, yang umumnya merupakan industri berskala kecil dan menengah. Tampaknya lebih tepat, bila masyarakat otomotif mempertajam perhatian pada pengembangan komponen/suku cadang. Pertumbuhan penjualan kendaraan yang terus meningkat, 383.168 unit terjual pada 2004 dan 354.355 unit terjual tahun sebelumnya, membuktikan bisnis industri tersebut punya prospek cerah.Semua pihak, termasuk pemerintah, selayaknya mendukung perkembangan industri komponen/suku cadang melalui pemberian berbagai insentif. Kita khawatir devisa akan terkuras bila permintaan kendaraan beroda empat terus meningkat, tetapi tanpa diimbangi dengan kemajuan di industri komponen. Data pernah menunjukkan bahwa nilai komponen/suku cadang yang dikirim mitra prinsipal di Jepang ke Indonesia jauh lebih tinggi ketimbang komponen/suku cadang yang dikirim ke Amerika Serikat.Kita mengharapkan pameran otomotif pada tahun-tahun mendatang tidak hanya bertitik berat pada sekadar memamerkan atau menjual, tetapi juga menyiratkan kemajuan yang dicapai putra-putri Indonesia dalam rekayasa industri otomotif. Dengan demikian pameran terasa lebih bernas. Sama seperti bila kita melihat pameran di Frankfurt atau Tokyo. Megah, mengagumkan tetapi juga menimbulkan kebanggaan sebagai bangsa. ***

Di malam yang sunyi

suatu malam yang indah
ku merasakan, hampanya malam
hanya bintang2, yang hiasi sang malam
dan bulan yang sinari jagat raya